Kisah Next Generation 1 - Chapter 1

11:28:00 PM Unknown 0 Comments



Kisah Next Generation, sesuai judulnya, ini adalah kisah para next-gen; anak-anak keluarga Weasley, Potter, Malfoy, Lupin dan Scamander, juga memakai Other Character, sebagai pairing.
Disclamer: J. K. Rowling


KISAH NEXT GENERATION 1: CIUMAN YANG SALAH

Chapter 1


Perhatian!
Diary ini adalah milik
Nama: Victoire Gabrielle Weasley.
Tempat Tanggal Lahir: London, 2 May 2000
Jenis Kelamin: Perempuan.
Status Darah: seperdelapan Veela.
Warna rambut: merah
Warna mata: biru
Warna kulit: terang
Tinggi: 168 cm
Berat: 52 kg
Alamat: Shell Cottage (pinggiran Tinworth, Cornwall)
Tongkat sihir: Rosewood, 24 cm, nadi jantung naga.
Anggota Keluarga: Bill dan Fleur Weasley (Orangtua), Dominique dan Louis (adik)
Catatan: Punya banyak paman, bibi dan sepupu.

Tanggal: Kamis, 24 Desember 2016
Tempat: The Burrow
Waktu: 9 – 10 pm
Dear Diary,
Oh, benar-benar mengerikan! Sungguh mengerikan! Kau pasti berpikir aku sudah gila karena mengulang kata ‘mengerikan’ dua kali. Tetapi suasana di sini sungguh, benar-benar seperti berada dalam konser musik underground Muggle, yang tidak jelas kata-katanya. Ini bukan karena aku pernah menonton konser underground, tapi aku pernah mendengarnya dari cerita beberapa temanku yang Kelahiran-Muggle. Baiklah, aku akan menceritakannya dengan pelan dan jelas...
Natalsalju, pohon Natal, mistletoe, hidangan makan malam dan Puding Natal, juga Celestina Warbeckadalah saat yang sangat dinantikan oleh semua orang dalam keluargaku (Untuk Mom, Celestina Warbeck mungkin tidak termasuk). Malam Natal, semua orang berkumpul di ruang keluarga The Burrow mendengarkan Celestina WarbeckSekuali Penuh Cinta yang Panas dan Pekatyang mendayu-dayu dan melengking nyaring dari radio. Aku menyesal menghabiskan hidangan kalkun lezat saat makan malam karena sekarang aku ingin memuntahkannya karena mendengar lirik lagu Sekuali Penuh Cinta yang Panas dan Pekat.
Kurebus cintaku dalam kuali penuh ramuan cinta
Kuali itu penuh dengan cintamu yang panas dan pekat
Huekk, Thanks Grandma!
Tapi aku tidak benar-benar memuntahkan makananku, tentu saja, karena aku bisa dibunuh Mom yang sekarang sedang melirikku dari balik gelas anggurnya. Aku merapikan rokku, duduk tegak di kursi berusaha bersikap sebagaimana dan selayaknya cucu tertua keluarga Weasley bersikap, yaitu penuh wibawa dan bertanggungjawab, dan menulikan telinga terhadap suara melengking Celestina. Suara kakak-kikik Dom dan Lucy dari dekat pohon Natal membuatku  kepalaku pusing. Apalagi suara Fred, James, Roxanne dan Louis yang keras, mengalahkan suara Celestina,
“Hogwarts memang benar-benar keren!”
“Kalian tidak akan bisa membayangkan bagaimana serunya bermain bersama cumi-cumi raksasa!”
“Juga tangga-tangganya yang bergerak sendiri...”
“Dan koridor-koridornya, kau bisa tersesat di sana dan...”
DIAM!
Oke, tapi aku tidak meneriakkan kata itu. Hanya saja kepalaku benar-benar pusing mendengar semua keributan ini. Belum lagi, suara Uncle Percy yang tampaknya sedang menguliahi Grandpa, Dad, Uncle Harry, Uncle Ron dan Uncle George tentang peraturan pemakaian sapu yang baikJadi, mengapa kita harus menggunakan sapu dengan baik, bukannya tinggal naik saja, dan terbangdari ruang tamu. Lalu, suara tawa para bibi dan Mom, yang sudah bergabung dengan mereka di dapur.
Di lantai ruang keluarga berkarpet usang, tampaklah, Rose, Al, Lily dan Hugo, yang mendengarkan cerita Fred, James, Louis dan Roxy dengan penuh perhatian. Mengangkat kepala dan menghayati setiap kata dengan pandangan penuh pesona, seolah Fred, James dan Roxy sedang bercerita bagaimana mereka menyelamatkan seorang nenek-nenek dari rumah yang terbakar. Apakah anak-anak ini tidak bosan?
Grandma duduk di sofa dan tampak asyik merajut sesuatu yang kelihatannya seperti sweater untuk Hugo karena ada huruf H pada bagian dada kiri, dan tidak mempedulikan segala keributan ini. Wajar saja, Grandma sudah terbiasa dengan keributan. Kau tidak mengharapkan hal lain dari seseorang yang telah membesarkan tujuh orang anak yang suka keributan.
Tetapi Diary, lihatlah sepupuku, Molly. Dia duduk di sana, di pojok ruangan, tak peduli pada apa pun selain buku tebal bersampul kulit di depan hidungnya. Dia bahkan tidak bicara dengan siapa pun sepanjang malam. Aduh, bisa-bisa aku melupakan bagaimana sebenarnya suara Molly.
Kau pasti berpikir bahwa aku terlalu melebihkan keadaan yang sebenarnya, namun percayalah, tempat ini benar-benar seperti pasar malam. Aku duduk di dekat Grandma dan dalam hati berharap ada seorang yang menyelamatkanku dari rumah ini
Dari Radio, suara Celestina:
Cinta yang panas dan pekat
Terendam dalam kuali menjadi ramuan
Fred, James, Louis dan Roxy di ruang keluarga:
“Ada juga ruangan yang bisa hilang...”
“Ada hantu-hantu yang baik dan ada hantu nakal.”
“Makanan juga sangat enak...”
“Ya, ada banyak sekali peri-rumah di Hogwarts.”
Dari dapur:
“Hahaha, kau tidak akan bisa menduganya, Hermione!”
“Angelina, kau memang suka bercanda!”
“Kau harus menceritakanya lagi!”
“Dengarkan!”
Dari ruang tamu:
“Banyak orang tidak mempedulikan cara-cara mengendarai sapu dengan baik... Namun, hal ini tidak bisa dianggap sepele demi keselamatan diri kita masing-masing. Kami di Kementrian telah membuat buku panduan khusus, yang berisi undang-undang dan peraturan menggunakan sapu dengan baik...”
DIARY, KAU DENGAR ITU? SEMUA ORANG RIBUT DAN RIBUT MEMBUATKU INGIN KABUR KELUAR NEGERI, PRANCIS, SPANYOL  ATAU KE MANA SAJA ASAL JANGAN DI SINI... AKU SUDAH TIDAK TAHAN LAGI!
Tok... tok... tok!
Hore! Penyelamat! Ternyata keberuntungan masih berpihak padaku!
Hening...
Suara ketukan di pintu depan mengagetkan semua orang. Semua berhenti bicara, tapi Calestina telah tiba pada bagian refein dengan improvisasi super-tinggi, delapan oktaf.
Cinta yang panas dan pekatttt...
Sekuali penuh cinta yang panas dan pekattttt hohoho...
Seseorang, tolong! Aku akan memberikan seluruh simpananku di Gringgots bagi siapa pun yang mau menarik semua kepingan CD Celestina Warbeck dari pasaran.
Grandma mengayunkan tongkat sihirnya pada radio dan suara lengkingan Celestina, yang mirip raungan serigala langsung berhenti.
Oh, syukurlah, akhirnya kepalaku bisa kembali normal.
Hening lagi, bahkan Molly mengangkat kepalanya dari buku tersayangnya.
Tok...tok...tok!
Hei, ada orang nggak sih di sini? Mengapa semua orang pada bengong dan saling pandang? Tidak adakah yang punya kaki untuk bergerak membukakan pintu? Atau semua terlalu ketakutan dan mengira Voldemort-lah yang berdiri di depan pintu dan sekarang datang untuk menuntut balas. Oke, baiklah, aku terlalu melebih-lebihkan!
“Kau menunggu seseorang, Arthur?” tanya Grandma.
“Tidak...” jawab Grandpa dari ruang tamu, aku mendengarnya melangkah untuk membukakan pintu.
Kesempatan, aku bisa sekalian keluar untuk menghirup udara segar, tanpa merusak citraku sebagai Cucu Pertama yang Super-sempurna dan bertanggungjawab. Aku beranjak menuju ruang tamu, seolah-olah ingin melihat siapa yang baru saja mengetuk pintu, dan mencari kesempatan untuk kabur keluar.
Aku tiba di ruang tamu bersamaan dengan Grandpa membukakan pintu dan di depannya berdiri Mentri Sihir Kingsley Shacklebolt dengan jubah berwarna hitam keren.
Wow! Penyelamatku adalah Pak Mentri, asyik, tapi bagaimana aku bisa kabur kalau Grandpa masih berdiri di pintu menatap Mentri Sihir dengan tidak percaya.
“Siapa, Arthur?” tanya Grandma dari ruang keluarga.
“Er” Grandpa tampak kurang yakin.
“Hentikan, Teddy!” suara Uncle Harry terdengar keras dan tajam.
Apa? Teddy? Teddy Lupin?
Aku memandang Pak Mentri yang sekarang, melangkah masuk ke ruang tamu melewati Grandpa sambil terkikik.
Terkikik? Tapi, seorang mentri tidak diharapkan untuk terkikik, kan?
Perlahan-lahan, rambut Pak Mentri berubah warna dari hitam menjadi hijau toska, kulitnya kembali putih, singkatnya dia kembali menjadi Teddy-aku-pandai-sekali-menyamar-Lupin.
“Aku sudah mengiranya,” kata Grandpa, membanting pintu depan menutup.
Sial, sekarang aku tidak bisa keluar, berdiri bengong di dekat bufet, dan terjebak di antara para pria dewasa dan cowok sinting Teddy Lupin.
“Bagaimana kau bisa mengetahui itu aku?” tanya Teddy, duduk sofa, di samping Uncle Harry.
“Matamu biru, sedangkan mata Kingsley hitam,” jawab Uncle Harry sederhana.
“Sial, harusnya aku tahu,” kata Teddy, tampak menyesal. “Kau memang hebat, Harry, tidak pernah tertipu, padahal aku telah melakukannya ribuan kali dalam penyamaran yang berbeda, tapi kau tetap bisa menebak bahwa itu aku.”
“Siapa, Arthur?” tanya Grandma dari ruang keluarga.
“Cuma Teddy,” jawab Grandpa.
Hahaha, cuma Teddy? Bercanda, ya? Dia membawa lebih banyak keributan di rumah ini daripada sebatalion Auror yang pernah disuruh Uncle Harry untuk mencari Lily dan Hugo yang dikira sudah diculik orang tak dikenal, padahal mereka sedang asyik-asyik makan es krim Muggle di desa Ottery St Catchpole. 
“Teddy! Teddy! Teddy! Teddy!” (Rose, Al, Lily dan Hugo)
“Ted, kami sudah menunggumu?” (James)
“Kau menyamar sebagai siapa tadi?” (Fred)
“Kau harus melakukannya lagi... kami belum melihatnya!” (Louis)
“Sekali lagi!” (Roxy)
“Tetap tampan seperti biasa,” (Lucy)
“Ya, wajah aslimu lebih tampan,” (Dom)
Nah, aku benar, kan? Sekarang anak-anak itu telah berkumpul di ruang tamu mengelilingi si Teddy-aku-adalah-pencinta-anak-anak-Lupin.
“Kalian, pergilah ke ruang keluarga,” kata Uncle Percy.
Aku tahu Uncle Percy menyesal karena pidatonya tentang peraturan penggunaan sapu yang baik dan buku panduan cara-cara terbang dengan sapu terhenti oleh kedatangan Teddy.
Teddy bersama anak-anak pergi ke ruang keluarga dan aku dengan sangat menyesal mengekor di belakang mereka.
“Grandma,” kata Teddy, mencium pipi Grandma kemudian duduk di sampingnya, sementra anak-anak lain segera duduk di dekatnya; ada yang di karpet, di sofa dan di kursi.
Sebenarnya, Grandma Weasley, bukanlah Grandma Teddy, tapi dia telah memanggil Grandma Wealsey dengan panggilan Grandma sejak dia bisa bicara. Jadi, aku tidak bisa berkata apa-apa, lagi pula dia adalah favorit anak-anak lain, selain Molly dan aku. Molly tentu saja tidak punya sesuatu untuk di-favorit-kan selain buku-bukunya yang berharga, sedangkan aku merasa Teddy terlalu sok, sehingga dia tidak termasuk dalam daftar orang-orang favoritku.
“Sudah makan?” tanya Grandma penuh sayang.
“Sudah, bersama Grannie,” jawabnya.
Grannie yang dimaksudkannya di sini adalah Andromeda Tonks, nenek dari pihak ibunya.
Kau mungkin bertanya bagaimana aku bisa mengetahuinya, karena aku sudah mengenal Teddy sejak masih kecil, dia selalu ikut acara-acara keluarga seperti ini. Dia adalah anak baptis Harry dan sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga. Dia suka sekali menyamar dan memamerkan keahliannya sebagai Metamorphmagus, orang dewasa selalu membiarkannya dan anak-anak menganggap dia sangat cool. Dan menurutku, kelakuannya mengagetkan orang dewasa dengan menyamar sebagai orang terkenal sama sekali tidak pantas dan tidak mencerminkan seorang yang berkelakuan baik. Aku curiga dialah yang menyuruh Fred, George dan Louis untuk membuat keributan di Hogwartsmengusir semua burung hantu dari kandang burung hantupada minggu kedua mereka di Hogwarts.
“Ted, ayo!” kata James.
Anak-anak itu kembali berkata bersamaan meminta Teddy untuk memulai sesuatu entah apa. Aku memandang wajah mereka yang penuh semangat dan ingat bahwa ini memang kegiatan rutin setiap malam Natal. Anak-anak bersama Teddy akan menghilang dan akan muncul lagi pada waktunya tidur. Aku tidak tahu mereka ke mana, namun setelah itu akan ada kejadian-kejadian aneh, yang melibatkan hantu kubur dan tindakan-tindakan tidak bertanggungjawab lainnya.
Sebagai cucu tertua dalam keluarga aku wajib memperhatikan mereka semua, wajib mengawasi mereka dan memastikan mereka tidak terlibat dalam masalah, tapi ya ampun, mereka selalu saja terlibat dalam masalah. Dom dan Lucy pernah tertangkap minum Wiski Api pada kunjugan pertama mereka di Hogsmead. Bayangkan! Mereka berdua benar-benar membuat malu keluarga, Aunt Audrey dan Mom mengirim Howler dan seluruh Hogwarts tahu apa yang terjadi. Roxy menghancurkan seluruh pot di rumah kaca nomor satu pada minggu pertamanya di Hogwarts, entah apa yang terjadi aku tidak tahu, tapi dia mendapat detensi selama seminggu dari Profesor Longbottom. Fred, James dan Louis, seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, mengusir burung hantu dari kandang burung hantu pada minggu kedua mereka di Hogwarts. Nah, kejadian ini sangat heboh, Uncle George, Uncle Harry dan Dad dipanggil dan Fred, James, dan Louis harus menandatangin surat pernyataan untuk tidak membuat keributan di Hogwarts, atau dikeluarkan
Dan sekarang, saat melihat mereka merapat pada Teddy seperti lintah-lintah kecil yang ingin mengisap darah, aku tidak akan membiarkan mereka. Kali ini, aku harus terlibat dan memastikan mereka tidak membuat masalah lagi. Aku segera pindah dari tempat duduk, dan berhimpitan dengan Teddy di sofa. Teddy mendelik padaku.
“Apakah kau tidak bisa mencari kursi lain?” tanya Teddy, dalam bisikan geram.
Dia tentu tidak bisa bicara keras-keras karena Grandma duduk tepat di sampingnya dan anak-anak sedang memandangnya seolah dia adalah pertandingan Quidditch yang menarik.
“Aku akan mengawasimu,” bisikku
“Buat apa kau mengawasiku?”
“Memastikan kau tidak membawa adik-adik dan sepupuku dalam masalah... kau kan orang yang tidak punya rasa tanggungjawab,” bisikku pedas.
Teddy tersenyum sinis.
“Jangan memulai pertengkaran denganku di malam Natal, Victoire, kau akan menyesal,” bisiknya.
“Oh ya, mau menyihirku dengan salah satu mantra yang kau pelajari di Pelatihan Auror?”
“Kalau kau sudah tahu, silakan menyingkir...”
“Kau tidak akan berani melakukannya... kau selalu mengancamku seperti itu tiap tahun?”
“Bagaimana kau tahu tahun ini tidak berubah?”
“Baiklah, aku ingin melihatnya...”
Teddy mendelik, aku mendelik. Anak-anak tertawa.
“Ted, ayolah, tinggalkan Victoire!” kata James.
Anak-anak yang lain berseru riuh.
“Jangan coba-coba mengikuti kami! Kau tinggal di sini dan bersikaplah seperti Victoire yang biasanya. Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna!” Teddy berbisik lagi.
“Tidak hari ini, Mister. Setelah Fred, Roxy, James, Louis masuk Hogwarts tahun ajaran ini dan semua kelakuan aneh yang mereka lakukan, aku harus mengawasimu, karena aku tahu kaulah yang menyuruh mereka melepaskan burung-burung hantu itu, kan?”
“Itu bukan ideku, oke... itu ide Rose dan Al.”
“Apakah kau mengharapkan aku untuk percaya?”
“Tidak...”
“Bagus, nah sekarang mari kita mulai apa pun yang akan kalian lakukan...” kataku, lalu berdiri dan berjalan keluar ruang keluarga.
Anak-anak dan Teddy mengekor di belakang.
“Kau tidak bisa mengajak Victoire, Ted, dia bisa merusak suasana,” kata Dom, setelah kami tiba di tangga.
Oh Diary, mengapa saudara kandungku sendiri mengatakan, hal seperti ini padaku? Apakah aku kelihatan seperti cewek gila yang suka merusak kebahagian orang? Asal tahu saja, aku ini cewek cantik yang sopan, baik hati, penuh perhatian, bertanggungjawab, pencinta keluarga, pintar...
“Dom benar, Ted... Kau ingat apa yang terjadi pada Natal dua tahun lalu, kan... dia melaporkan kita pada orang dewasa dan kita tidak bisa lagi menggunakan rumah pohon itu,” kata Lucy.
Apakah aku sedemikian jahatnya di mata anak-anak? Padahal aku hanya mencoba untuk melindungi mereka semua agar tidak ada dalam masalah. Beginilah, nasibku sebagai Cucu Pertama yang Super-sempurna, namun tidak disukai oleh saudara-saudaraku. Tetapi aku tidak akan menyerah, aku tahu jauh di lubuk hati mereka, mereka sangat mencintaiku.
“Dia ingin ikut... aku bisa apa?” kata Teddy mengangkat bahu.
Mereka semua memandangku.
Apakah ini saatnya aku untuk mengundurkan diri? Kembali duduk di pojokan ruang keluarga dan mendengarkan Celestina Warbeck di radio? No way, aku adalah penjaga anak-anak, Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna, mereka tidak bisa menyingkirkanku begitu saja. Aku mendelik pada mereka semua dan menunggu. Beberapa detik tidak ada yang bicara.
“Oh ayolah, kita telah menghabiskan lima belas detik, saling mendelik. Bagaimana kalau kita langsung saja ke atas dan memulai permainan ini sebelum Grandma menyuruh kita tidur,” kata Roxy.
“Tapi bagaimana dengan Victoire?” tanya Fred.
Mereka saling pandang, kemudian menyingkir ke dekat jendela dan mulai saling berbisik. Tentu saja mereka tidak akan menang, aku menunggu. Beberapa saat kemudian, mereka kembali dan menghadapiku.
“Kau boleh ikut, Victoire,” kata Teddy, “dan kalau kau berani melaporkan kami, hidupmu akan benar-benar sengsara seperti di neraka.”
Aku tertawa. Oh ya? Siapa yang berani membuat hidupku seperti di neraka? Aku ingin melihatnya.
“Rose dan Al akan masuk Hogwarts tahun depan. Jadi, mereka berdua, ditambah Fred, James, Louis, Roxy, Dom dan Lucy akan membuat hidupmu seperti neraka, apalagi kalau mereka mengangkatmu sebagai Ketua Murid tahun depan.”
Ancaman macam apa ini? No way, mereka tidak berencana untuk melanggar peraturan setiap dua kali seminggu, kan? Bagaimana aku bisa mempertahankan lencana Ketua Murid-ku kalau sepupu dan adik-adikku sendiri adalah pelanggar peraturan? Bisa-bisa lencana itu hanya dua minggu di tanganku. Apa jadinya dengan Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna?
“Bagaimana?” tanya Teddy.
“Baiklah!” kataku menyerah.
Anak-anak mendelik padaku, tapi aku mengabaikan mereka dan mengikuti Teddy menaiki tangga.
Kami terus menaiki tangga menuju bordes paling atas. Teddy mengacungkan tongkat sihirnya ke langit-langit dan sebuah tangga dari kayu terjatuh ke lantai. Anak-anak segera naik ke loteng, meninggalkanku bersama Teddy.
“Ini kan tempat si hantu kubur,” kataku, menolak untuk naik.
“Benar... dan jika kau menolak untuk naik, kami akan lebih senang,” kata Teddy, kemudian naik menyusul Fred.
Aku termenung beberapa detik dan memutuskan untuk naik. Ruangan itu adalah ruangan berpenerangan remang-remang yang berasal dari sebuah lilin, yang diletakkan di tengah anak-anak yang duduk melingkar. Wajah anak-anak tampak menyeramkan karena sinar yang hanya menyinari wajah mereka.
“Mana si hantu kubur?” tanyaku, memandang berkeliling ke sudut-sudut yang gelap.
“Di sana...” kata Teddy, menunjuk ke sisi gelap langit-langit yang miring.
Aku segera duduk di samping Teddy dan menunggu apa yang terjadi.
“Baiklah, karena kita punya pendatang baru. Aku akan menjelaskan tentang permainan ini,” kata Teddy, memandangku. “Ini adalah permainan Truth or Dare... kurasa kau pernah mendengarnya?”
Tentu saja aku pernah mendengar tentang permainan Muggle itu. Aku mengangguk pada Teddy, dan dia melanjutkan,
“Jadi, seseorang akan memutar botol Wisky Api ini,” dia menunjukkan botol Wiski Api, yang diletakkan dekat lilin, “dan jika mulut botol mengarah pada seseorang dia harus memilih Truth or Dare... kalau kau memilih Truth kau harus meminum Veritaserum ini,” dia menyulap sebuah botol kecil dari udara.
Veritaserum, ramuan kebenaran. Impresif, mereka benar-benar serius! Lihat, Diary, adik-adik dan sepupuku telah memulai perpemainan ini sejak lama dan aku baru mengetahuinya sekarang. Bagaimana aku bisa di sebut penjaga anak-anak?
“Bagaimana kalau aku tidak memilih keduanya?” tanyaku
“Kami akan memanggilmu ‘pecundang’ seumur hidupmu,” kata Teddy, tersenyum licik.
Anak-anak terkikik.
Mereka tidak serius, kan? Mereka memandangku sekarang.
“Baiklah, aku ikut...” kataku.
“Oke, siapa yang harus memutar botolnya?” tanya Teddy, memandang anak-anak.
“Tahun lalu aku yang diberi tantangan, jadi tahun ini giliranku,” kata Lucy.
Dia meraih botol dan memutarnya.
Entah ini hari sialku, atau Lucy punya ilmu sihir tersembunyi untuk membuat mulut botol itu terarah pada orang tertentu, mulut botol itu memang terarah padaku. Anak-anak terkikik dan mereka memandangku dengan penuh perhatian. Teddy memberiku pandangan menantang.
Apakah mereka berpikir aku ingin dipanggil ‘pecundang’ seumur hidupku? No way, Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna tidak akan membiarkan dirinya dipanggil ‘pecundang’. Tetapi, aku harus memilih apa? Truth or Dare?
“Truth or Dare?” tanya Lucy, wajahnya terlihat berkilau dengan kelicikan.
Hohoho, aku tahu mereka ingin membuatku malu! Oke, aku akan menerima tantangan ini, tapi aku tidak mungkin memilih Dare, bagaimana kalau Lucy menyuruhku menggantung celana dalamku di menara Astronomy? No way, aku tidak akan merusak citraku sebagai cewek Super-sempurna. Baiklah, Truth, aku kan tidak punya rahasia gelap yang membuatku harus menyembunyikan diri.
“Truth...” sahutku mantap.
“Wuuu...” anak-anak berwu-wu riang.
“Baiklah, Ted, berikan Veritaserum padanya,” perintah Lucy sok.
Teddy segera meneteskan Veritaserum ke mulutku.
Cairan itu tidak berasa, aku tidak tahu pasti kapan efeknya akan muncul, namun sedetik kemudian, mataku langsung menjadi terang, perasaanku menjadi ringan dan pikiranku terbuka.
 “Siapa mau yang bertanya duluan?” tanya Lucy.
“Aku,” kata Louis. “Baiklah, siapa yang paling kau sayangi di tempat ini?”
“Aku menyayangi anak-anak,” aku mendengar dirimu sendiri menjawab.
“Anak-anak?” tanya Louis.
“Satu orang cukup satu pertanyaan,” kata Teddy.
“Siapa orang yang paling kau benci di tempat ini?” tanya Rose.
“Teddy Lupin.”
Hahaha, rasakan! Kalian ingin tahu kebenarannya, kan?
Semua memandang Teddy yang cemberut.
“Kau pernah jatuh cinta?” tanya Lily.
“Tidak...”
Apa? Aku belum pernah jatuh cinta? Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna belum pernah jatuh cinta, sungguh memalukan! Apakah aku seharusnya sudah jatuh cinta, ya, aku kan punya cowok?
“Apakah ada kejahatan yang pernah kau lakukan?” tanya Al.
“Ada...”
“Apa itu?” tanya Al lagi.
“Satu orang satu pertanyaan, please!” Teddy mengingatkan.
“Sial, harusnya aku bertanya kejahatan apa yang pernah kau lakukan,” kata Al kecewa.
“Giliranmu, Hugo!”
“Kejahatan apa yang pernah kau lakukan?” tanya Hugo, tersenyum pada Al, yang mengedip.
“Aku mengambil tongkat sihir mainan Louis dan menyembunyikannya di belakang toilet,” jawabku.
“Victoire, teganya dirimu,” kata Louis, sementara anak-anak lain tertawa.
“Giliranku,” kata James. “Mengapa kau membenci Teddy?” dia mengedip pada Teddy yang cemberut lagi.
“Karena dia sok, tidak bertanggungjawab, menghabiskan waktunya untuk melakukan hal-hal konyol, mempermainkan orang lain
“Oke, oke, aku mengerti, selanjutnya Fred!” kata Teddy cepat.
“Apakah kau sama sekali tidak pernah memikirkan Ted sebagai calon pacar yang potensial?” tanya Fred, sementara anak-anak terkikik.
Sialan, Fred? Apa maksudmu? Apakah kau ingin menyerahkan aku pada Teddy?
“Tidak...” jawabku, terang dan jelas.
Syukurlah!
“Siapa pacarmu?”  tanya Ted.
“Daniel Fluge,” jawabku.
Ya, ampun, akhirnya anak-anak tahu bahwa aku punya pacar. Terima kasih, Teddy!
“Daniel Fluge calon Ketua Murid, cocok sekali dengan seleramu,” kata Dom mencibir.
“Dan dia belum pernah melanggar peraturan sedikit pun, sangat mirip Dad dan Molly,” kata Lucy sebal.
“Giliranmu, Dom?”
“Kau mencintainya?” tanya Dom.
Aku ingin menjawab ya, tapi ramuan kebenaran dalam diriku, memaksa mulutku mengatakan,
“Tidak...”
Merlin, bagaimana aku harus menghadapi Daniel setelah ini?
“Ceritakan tentang ciuman pertamamu,” kata Lucy.
Mau tidak mau aku tersenyum.
“Ciuman yang benar-benar manis!” kataku tak jelas. “Kami bertemu di perpustakaan
“Kalian berciuman di perpus?” Rose tampak jijik.
“Sungguh romantis,” kata Lily.
“Diam!” kata Lucy, “lanjutkan, Victoire!”
“Ciuman itu adalah ciuman yang benar-benar lembut dan manis...”
“Selesai,” kata Lucy, “Berikan dia penangkal Veritaserum!”
Teddy menyihir botol kecil lain dari udara, kemudian menuangkan setetes ke mulutku.
Aku menelan, mengerjap dan memandang anak-anak lagi.
“Terima kasih sudah membenciku,” desis Teddy pelan di telingaku.
“Kau yang memberiku Veritaserum,” balasku segera.
“Nah, giliranmu untuk memutar botol, Victoire,” kata Lucy.
Aku memutar botol dan benda itu berhenti tepat di depan Rose.
“Dare,” kata Rose segera, sebelum aku menanyakan Truth or Dare.
“Baik,” kataku. “Aku menantangmu untuk mengganggu si hantu kubur.”
“Itu terlalu mudah, Victoire,” protes James.
Anak-anak lain juga berteriak memprotes.
“Aku tidak ingin terjadi keributan,” kataku.
“Tantangan tidak bisa diubah lagi, itu sudah diberikan dan aku akan melakukan sekarang,” kata Rose.
“Oke, oke,” kataku.
Rose segera berdiri mengambil sebuah pipa berat dari sudut ruangan dan melemparkannya pada si hantu kubur yang sedang tidur. Hantu kubur itu mengerjap ketika pipa itu kena kepalanya dengan bunyi gedebuk keras.
“Nah, selanjutnya giliran siapa?” tanya Rose, setelah kembali duduk dekat Lily.
“Aku,” kata Teddy. “Aku menantangmu untuk
GUBRAK!
Terdengar bunyi dentuman keras, mengagetkan kami semua. Hantu kubur telah menjatuhkan pipa di lantai
“FRED, JAMES, AKU SUDAH MELARANG KALIAN UNTUK MENGGANGGUNYA!” raungan Grandma terdengar dari bawah.
Anak-anak langsung menurunkan tangga dan kabur.
“Mengapa kita yang disalahkan untuk sesuatu yang dilakukan orang lain?” aku mendengar James bergumam pada Fred, sebelum mereka berlari turun.
Teddy dan aku masih berada di loteng membereskan sisa permainan kami.
“Kau harusnya tidak menyuruh Rose mengganggu hantu kubur itu,” desis Teddy.
“Kau pikir aku ahli mempermainkan orang seperti dirimu?” geramku.
Teddy memandangku, pandangannya tajam.
“Kurasa kau bisa melakukannya, hanya kau terlalu sok, untuk melakukannya,” kata Teddy. “Kau mengatakan aku sok, padahal sebenarnya yang sok itu adalah kau yang menganggap dirimu bisa mengatasi semua orang, cucu paling sempurna, menyuruh semua orang menyikuti gayamu yang sok sempurna... tapi tahukah kau, sebenarnya kau terlihat sangat menyedihkan!”
Habis berkata begitu dia menyambar lilin dan berjalan menuruni tangga, meninggalkanku bersama hantu kubur yang sudah mendengkur lagi dalam kegelapan.
Nah, begitulah, Diary, ini adalah malam Natal yang paling buruk dalam hidupku karena orang yang paling kubenci telah mengatakan aku adalah cewek menyedihkan.

Sincerely,
Victoire Weasly
Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna (sekarang aku tidak yakin lagi)

Bersambung ke Chapter 2

You Might Also Like

0 komentar: