Kisah Next Generation 1 - Chapter 9
Disclamer: J. K. Rowling
KISAH NEXT GENERATION 1: CIUMAN YANG SALAH
Chapter 9
Tanggal: Sabtu 23 Desember 2012
Lokasi: Hogsmeade
Waktu: 11 am – waktu yang tidak ditentukan
Terry terbanting dengan keras di lantai bar dan darah mengalir di
hidungnya. Aku segera berlari mendekatinya.
Ya, ampun, bisa-bisanya dia dipukul, apakah ada yang iri dengan
keberhasilannya sebagai anggota termuda Liga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sihir Sedunia? Atau dia pernah menyakiti hati seseorang? Merebut pacar orang?
Yang terakhir ini jelas tidak mungkin, pacar saja tidak punya, bagaimana bisa
merebut pacar orang?
“Kau baik-baik saja?” tanyaku, mengulurkan tangan memeriksa wajah Terry.
“Yeah, aku—” dia berusaha berdiri dan aku membantunya.
“Apa yang kau lakukakan?”
Tiba-tiba ada yang bertanya dan suara ini sangat kukenal, aku membalikkan
tubuh dan berhadapan dengan kepala bermata biru dan berambut hijau toska yang
tertempel di tubuh yang bagus. Tinjunya masih terkepal, rupanya dia yang baru
saja meninju Terry.
Sial! Mengapa dia ada di sini? Dia seharusnya ada di Banffshire, kan?
“Kau yang meninjunya?” tanyaku.
Pertanyaan bodoh, sudah jelas dia yang meninjunya.
“Kau kira siapa? Dia memang pantas ditinju.”
“Kau kenal dia?” tanya Terry, menyeka darah di wajahnya.
“Yeah, aku―”
“Apa yang kaulakukan di sini dengannya?”
Teddy menunjuk Terry dengan
dramatis.
“Kami sedang minum Butterbeer dan kau meninjunya tanpa alasan,” kataku.
“Kau harus minta maaf padanya!”
Teddy tertawa.
“Minta maaf? Persetan, memangnya aku peduli!” katanya.
“Tapi kau telah melakukan tindak kekerasan tanpa alasan, tidak
bertanggujawab dan―”
“Oh, tutup mulut, jangan mulai lagi! Aku tidak ingin mendengar pidato
tentang tanggungjawab atau apapun sekarang,” kata Teddy.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku. “Kau seharusnya di Banffshire,
kan?”
“Apakah kau tidak pernah melihat peta? Banffshire hanya beberapa kilometer
dari sini―”
Pantas saja!
Aku memandang berkeliling dan melihat semua mata sedang memandang kami,
menantikan pertunjukkan berikutnya.
Sial! Bisa dipecat aku kalau kejadian ini tersebar! Ketua Murid Hogwarts
yang cantik, mengadu domba dua
orang pria yang mencintainya! Ya, ampun!
“Ayo, kita pergi,” kataku, menarik tangan Terry dan berjalan keluar Three
Broomstick tidak menghiraukan Teddy yang tercengang.
Sampai di luar, aku segera menyeretnya berlari di atas salju.
“Berhenti di sana, Victoire Gabrielle Weasley!” teriak Teddy dari belakang
kami.
Kami berhenti dan melihat Teddy sedang berjalan mendekati kami.
“Tampaknya kau dalam masalah besar, Victoire,” bisik Terry. “Dan aku
sebenarnya tidak ingin terlibat, tapi asyik juga melihat cowok yang cemburu.
Ini bisa dimasukkan dalam penelitian kami tentang perasaan manusia yang bisa menciptakan
kekuatan sihir, dan juga―”
“Oh, tutup mulut!” gertakku.
Teddy sudah berdiri di depan kami, dia mendelik pada Terry, dan Terry
buru-buru melepaskan tangannya dari tanganku.
“Aku tidak terlibat, sobat!” katanya, mengangkat tangan.
Pengkhianat!
“Mengapa kau pergi padahal aku masih ingin bicara denganmu?” tanya Teddy.
“Karena aku tidak ingin kita bertengkar di depan banyak orang,” jawabku.
“Ya, ya, statusmu sebagai Cucu Pertama Keluarga Weasley yang
Super-sempurna, Ketua Murid sempurna Hogwarts sedang dipertaruhkan di sini, aku mengerti,” kata Teddy sinis.
Ya ampun, mengapa dia tidak bisa bicara dengan lebih baik?
“Dengar, ini bukan masalah status atau apapun―” aku mulai, tapi Teddy
memotong.
“Siapa dia?” mendelik pada Terry, yang pura-pura tertarik pada Scrivenshaft's
Quill Shop di depannya. “Mengapa
kau mau bicara dengannya, tapi tidak mau bicara denganku?”
“Buat apa aku bicara
denganmu? Tidak ada yang perlu kita bicarakan...”
“Tentu saja,
banyak yang harus kita bicarakan,” kata Teddy.
“Contohnya apa?”
“Ciuman itu. Jangan berpura-pura kau tidak merasakan apa-apa!”
Deg!
Jantungku
berdebar kencang. Brengsek ini, apakah dia harus mengungkit perihal ciuman itu
di tengah jalanan Hogsmeade?
Aku memandang Scrivenshaft's
Quill Shop dan berpikir untuk berpura-pura tidak tahu dan bertanya ciuman apa?
Dan aku yakin sekali, Teddy pasti akan langsung murka kalau aku berani bertanya
ciuman apa.
Mungkin karena melihatku
yang terdiam, Terry berkata,
“Aku Terry,”
memperkenalkan diri tanpa ada yang bertanya. “Aku tidak sengaja bertemu
dengannya di sini, jadi jangan salah paham!”
“Nah, kalau
begitu pergilah... kau tidak punya urusan lagi dengannya, kan?” kata Teddy,
mengusir.
“Sampai ketemu
lagi,” kata Terry padaku.
Aku mengangguk.
Nah, sekarang
tinggal kami berdua. Apa yang harus aku lakukan? Aduh, mengapa sekarang wajahku jadi merah
padam seperti udang yang kelamaan direbus? Sial, ini pasti gara-gara gen
Weasley.
Sial... sial!
Sebenarnya aku
sudah mempersiapkan moment khusus untuk bicara dengannya, yaitu saat malam
Natal. Saat kami duduk bersama mendengarkan Celestina Werback, namun...
“Nah, Victoire,
ayo kita ke Madam Puddifoot...”
“Aku benci tempat
itu...” kataku.
“Kau mirip Ron,”
kata Teddy. “Shrieking shack kalau begitu.”
Diary, akhirnya
aku merasakan sesuatu yang benar-benar membahagiakan. Bergandengan tangan
seperti ini menembus salju, mendaki bukit menuju Shrieking Shack.
“Kau pasti
bertanya-tanya mengapa aku menciummu waktu itu? Di kereta,” tanya Teddy,
setelah kami tiba di pagar kayu yang memisahkan Shrieking Shack dan jalan
utama.
“Karena kau ingin
mempermainkan aku?”
“Berhentilah
menarik kesimpulan yang bukan-bukan!” kata Teddy.
“Lalu apa?”
“Itu karena aku
memang ingin menciummu. Aku tahu kau tidak
mungkin mau berciuman denganku, jadi aku menyamar sebagai pacarmu.”
“Aku sudah putus
dengannya,” aku memberitahu Teddy.
“Ya, aku tahu,
anak-anak menulis padaku. Mereka memintaku
untuk mendekatimu, tapi kau tidak pernah muncul di Hogsmeade.”
“Kau mengharapkan
aku bersikap bagaimana? Kau mengatai aku menyedihkan. Kau menyamar jadi pacarku dan menciumku―”
“Waktu itu aku
marah. Kau mengatakan bahwa kau
punya pacar dan berciuman dengannya di perpustakaan... Dan aku sangat marah, bukan padamu, tapi pada diriku
sendiri. Aku cemburu, ingin rasanya aku mengutuk Douglas Fluge atau apapun
namanya―”
“Daniel Fluge...”
“Ya, Daniel
Fluge... kulihat kau tampak bahagai dan aku menderita karena itu aku ingin
membuatmu merasakan sedikit apa yang kurasakan.”
Aku memandangnya
sekarang. Teddy tampak sedikit stress.
Jadi dia
mengataiku menyedihkan karena cemburu
pada Daniel? Ha, mana adilnya itu?
“Dan setelah itu
kau tidak muncul di Hogsmeade atau pun saat musim panas di The Burrow. Aku tidak mungkin ke rumahmu karena aku tidak punya alasan
untuk ke sana, bisa-bisa aku dimantrai Bill.”
“Lalu kau
menciumku di kereta,” kataku.
“Yah, aku sudah
menanti-nantikan kesempatan ini, Molly sudah menunjukkan padaku yang mana
Fluge, jadi aku menyamar jadi dia dan menciummu...” sekarang Teddy tersenyum
memandangku.
“Seharusnya aku
menamparmu waktu itu,” kataku.
“Tapi aku tidak
menamparku...”
“Itu karena aku
sedikit bingung...”
“Bingung karena
kau merasakan sesuatu yang lain dalam ciuman itu, kan?”
“Yeah, aku―”
“Nah, Victoire,
aku tidak ingin kau berpikir lama-lama, maukah kau berkencan denganku? Aku akan
berusaha bersikap baik, bertanggungjawab, dan menjadi cowok yang sesuai untuk
Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna dan aku akan dengan senang
hati mendengarkan kuliahmu tentang cara-cara hidup bertanggungjawag dan―”
“Bisakah kau
tutup mulut dan menciumku?”
Dan kami
berciuman...
Diary, begitulah
kisahku, aku benar-benar bahagia sekarang. Aku tahu anak-anak benar, Teddy
Lupin adalah cowok yang tepat untukku. Baiklah, aku ingin mengatakan, sekali
ini saja, bahwa sebenarnya aku bukanlah
Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna. Aku adalah diriku
sendiri dengan segala kekuranganku.
Sampai jumpa di
kisah-kisahku yang lain! Aku akan menulis lagi lain kali, kalau aku sempat
karena saat ini aku sangat bahagia, sulit untuk menggambarnya dalam kata-kata.
Sincerely,
Victoire Weasley
Cewek biasa yang sedang
bahagia.
FIN
0 komentar: